Almah Melahirkan Nabi (Pikiran Rakyat, 5 Januari 2014)

Gambar

Ilustrasi “Memoar yang Tertunda”, pena di atas kertas karya Alimah Hayatun

 

ALMAH, gadis bisu berusia delapan belas tahun itu melahirkan seorang anak laki-laki. Ya salam! Tentu saja ini membuat gempar. Pasalnya, dia tak terlihat tengah bunting dan tidak pula bersuami. Nah, nah, siapa pula yang sudah menghujamkan alu di lesung keramat gadis itu? Semua bertanya-tanya. Sialnya, gadis bertubuh tambun dengan kulit putih itu tak mampu bercerita. Suaranya hanya terdengar ah uh saja. Tak seorang pun yang paham. Dia pula tak pernah sekolah, jadi tak dapat menuliskan nama seseorang atau pun ciri-cirinya.

Lalu desas-desus merebak cepat. Ada yang menebak-nebak, laki-laki biadab itu pastilah orang dekat. Bisa Amsal (adik laki-laki Almah), bapaknya yang pendiam itu, bujang lapuk di kiri rumah mereka (dia berusia empat puluh lima tahun), laki-laki beranak dua yang ditinggal istrinya ke Arab (dia sering meminta air sumur mereka), serombongan bujang kawan Behula (kakak laki-laki Almah) yang pemalas dan kerap mabuk, dan banyak tersangka lainnya. Tapi ketika orang-orang sibuk menuding si A, B, C sebagai tersangka, justru Emak Yesaya si dukun beranak kampung berkata, “Almah melahirkan nabi. Dia disetubuhi Jibril!”

Edan! Orang-orang kampung mengumpat saat Emak Yesaya mengatakan itu.

Tapi baiklah, kita reka ulang kejadian ini dari potongan-potongan cerita yang didapat.

 

Kesaksian Amsal

Dia bocah laki-laki berusia empat belas tahun. Dia yang pertama kali menemukan Almah tergolek pias di dekat kandang ayam samping sumur mereka.

Ini kesaksiannya.

“Aku baru pulang sekolah dan ke sumur untuk mencuci tangan,” ceritanya. Suaranya masih bergetar saat memulai cerita, tangannya pun gemetar. Dia sedikit pias. Mungkin gugup karena berpasang-pasang mata menatapnya tajam, seolah-olah mereka akan menikamnya.

“Saat aku di sumur, aku mendengar suara bayi menangis,” lanjutnya. Dia mengusap tengkuk. Dan sampai detik ini, dia belum mengganti seragam SMP-nya. “Kupikir itu suara tangisan bayi kuntilanak di siang bolong. Aku hendak lari, tapi kakiku membatu. Lalu kulihat Kak Almah tergolek di dekat kandang ayam, betisnya penuh darah, wajahnya pias. Di ujung kakinya ada bayi berlumuran darah yang terus menangis.”

Sampai di bagian itu, dia menelan ludahnya berkali-kali dan tak berkata-kata lagi.

Orang-orang kampung menatapnya penuh selidik. Benarkah dia menceritakan semua bagian dengan detail? Bujang ingusan itu semakin kikuk dan salah tingkah. Terlebih ketika dia menemukan mata-mata yang menikam. Ya, orang-orang tak bisa lupa. Amsal punya catatan hitam di benak mereka.

Tahun lalu, saat dia berusia tiga belas tahun, kampung ini heboh karena ulahnya. Mungkin ini terdengar gila. Tapi benar-benar nyata. Bocah laki-laki ini pernah kepergok tengah memerkosa ayam betina peliharaan bapaknya. Suara ayam malang itu terdengar melengking-lengking penuh ratapan. Ribut sekali. Dan laki-laki beranak dua yang ditinggal istrinya ke Arab, menemukan Amsal tengah menghantamkan alunya di pantat ayam itu. Usus ayam itu terburai. Kejadian ini menjawab kebingungan orang-orang atas kematian mengenaskan berapa ayam dan bebek betina peliharaan mereka. Sejak dia tertangkap basah, tak pernah lagi ada ayam dan bebek betina yang mati dengan usus terburai. Nah, bisa jadi dia mengubah sasaran, kan?

 

Cerita Laki-Laki yang Ditinggal Istri ke Arab

Orang kedua yang menemukan Almah tergolek penuh darah di samping kandang ayam adalah laki-laki yang ditinggal istrinya ke Arab. Usianya sekitar tiga puluh tujuh tahun. Sudah lima tahun lebih istrinya pergi ke Arab dan hanya pulang dua kali selama itu.

Dia paling cepat datang ketika mendengar teriakan panik Amsal, itu bisa diterima karena rumahnya memang paling dekat dibanding rumah tetangga yang lain. Dia pun laki-laki pengangguran yang kerjanya selalu di rumah. Hanya malam saja dia keluar, bergabung dengan beberapa kawannya di warung kopi, main remi dan merokok sampai tengah malam. Selama ini, dia dan kedua anaknya hidup dari kiriman istrinya.

“Aku sedang merokok dan ngopi di teras depan, lalu mendengar teriakan Amsal,” ceritanya, memulai kesaksian. “Kupikir ada pencuri atau apalah yang memerlukan bantuan. Makanya aku segera berlari, meninggalkan rokok dan kopi. Dan aku melihat Amsal berteriak-teriak ketakutan sambil menunjuk kandang ayam di belakang sumur. Aku segera berlari ke sana dan melihat Almah tergolek dengan betis penuh darah. Bayi itu menangis.”

Suara laki-laki itu terdengar tenang. Tak tampak sedikit pun ketakutan dari wajahnya. Bahkan dia masih sempat mengisap rokoknya saat bercerita.

Seperti yang dilakukan orang-orang terhadap Amsal, mata-mata mereka pun menikam laki-laki ini. Mereka tengah menimbang dan menyelidik. Benarkah cerita laki-laki ini? Atau ada yang dia sembunyikan? Laki-laki itu sedikit salah tingkah ketika beberapa mata yang dia kenal tengah menatapnya tak percaya. Dia menelan ludah. Kikuk. Dan berkali-kali mengusap tengkuk.

Mata-mata orang yang dia kenal itu punya rekaman buruk atas laki-laki ini. Beberapa kali di antara mereka memergoki dia sedang mengintip seseorang yang mandi di dalam bilik sumur keluarga Almah. Bahkan laki-laki itu tanpa malu-malu beronani di sana. Orang-orang menerka, kalau tidak Almah yang mandi, ya emaknya. Tak ada perempuan lain di rumah itu.

Namun ada pula selentingan kabar yang tak enak. Banyak yang sudah curiga tapi tak punya bukti kuat. Laki-laki itu ada main dengan emaknya Almah. Seseorang pernah melihat sekilas pintas, perempuan gemuk itu menyelinap di pintu dapur rumah laki-laki itu –dapur laki-laki itu memang dekat dengan sumur keluarga Almah, hanya dipisahkan sebuah jalan kecil. Tapi itu tadi, seseorang itu tak terlalu yakin. Jadi dia hanya menceritakan penglihatannya itu pada beberapa orang saja, yang dari beberapa orang itu ke beberapa orang lagi, hingga sampai pula ke bapaknya Almah yang terkenal pendiam. Tapi dia tak berkata apa-apa. Dia pula, orang kedua yang datang saat Amsal berteriak histeris seperti melihat setan tengah hari itu.

 

Pengakuan Laki-Laki Pendiam

Rasanya ganjil bila menyangka laki-laki pendiam itu yang sudah menghujamkan alunya di lesung keramat Almah. Bagaimana tidak, dia kan bapak Almah. Terdengar gila, mana mungkin seorang bapak tega menyetubuhi anak gadisnya sendiri. Bisu pula. Benar-benar biadab bila memang iya. Orang-orang kampung hendak mencoretnya dari daftar tersangka. Tapi itu urung dilakukan.

Bukankah sudah banyak kejadian di luar sana, bapak yang tega menggumuli anaknya hingga bunting? Bahkan berita heboh di tivi akhir tahun lalu itu, seorang gadis bernama Ri yang masih ingusan diperkosa sampai mati oleh bapaknya. Bapak kandung sendiri. Nah, itu hanya satu contoh. Masih banyak contoh lain. Dengan berat hati, orang-orang kampung pun mengarahkan mata ke arahnya.

“Saat Amsal berteriak, aku dan emaknya Almah baru pulang dari kebun karet. Motorku baru saja berhenti di depan rumah. Aku langsung berlari ke belakang diikuti emaknya Almah dan melihat Amsal berdiri pasi dengan badan gemetar. Di dekat sumur, Mazmur berdiri membatu. Aku tergesa melompat di sampingnya dan kulihat Almah tergolek dekat kandang ayam. Roknya tersingkap, darah berceceran dan bayi itu berlumuran darah campur tanah. Dia tak henti-henti menangis. Aku langsung membopong Almah yang pingsan ke dalam rumah dan berteriak pada istriku untuk mengambil bayi itu.”

Emaknya Almah mengangguk, mengiyakan cerita suaminya.

“Aku lantas meminta Behula untuk menjemput Emak Yesaya dengan motor, karena aku tak paham mengurus bayi baru lahir. Aku bukan dukun beranak, walau sudah tiga kali beranak.”

 

Cerita Versi Behula

Usianya hampir dua puluh lima tahun. Masih bujangan. Pemalas. Hanya tamat SMP. Suka mabuk dengan gerombolannya di mulut gang. Tak banyak orang kampung ini yang menyukainya.

Saat emaknya mengatakan kalau dia meminta tolong Behula untuk memanggil Emak Yesaya, orang-orang segera melarikan mata padanya.

“Apa?” jawabnya dengan suara keras, wajahnya masam. “Seperti yang kalian tahu, aku baru pulang karena lapar dan langsung disuruh menjemput nenek-nenek nyinyir itu. Untung saja dia tak kujatuhkan dari motor.” Matanya terlihat berkilat-kilat. Orang-orang paham, dia masih agak teler karena minuman dan tak ada yang berani untuk menatapnya lama-lama.

Padahal, orang-orang juga curiga padanya. Dia dan gerombolannya sesama pemuda malas itu, acapkali berkumpul di rumah bila pagi sampai tengah hari. Saat rumah mereka sepi. Bapak-emaknya pergi ke kebun karet dan adiknya, Amsal, ke sekolah. Mereka sering menonton film bokep dari ponsel secara beramai-ramai di teras rumah. Bahkan volume hape mereka kencangkan, jadi terdengarlah erang-erangan yang memanaskan telinga itu. Tapi tak ada satu pun yang berani menegur. Sementara Almah? Dia selalu ada di rumah. Nah, bukankah semua bisa terjadi, kan?

Lalu, apa hubungan bujang lapuk berusia empat puluh lima tahun itu? Mengapa pula dia dimasukkan orang-orang sebagai tersangka? Itu ada ceritanya tersendiri.

 

Kisah Cinta Bujang Lapuk

Kata orang, cinta memang tak mengenal apa pun. Termasuk usia. Bahkan jenis kelamin.

Banyak yang tahu tapi mereka hanya diam saja, kalau laki-laki berusia empat puluh lima tahun itu dan masih membujang sampai sekarang, ada hubungan diam-diam dengan Almah. Beberapa kali orang-orang melihat mereka berdua duduk di belakang kandang ayam. Bercerita dengan bahasa masing-masing. Tak tahu, apa mereka saling memahami.

Lantaran orang-orang kasihan melihat Almah (yang walau badannya montok tapi tak banyak bujang yang mau punya istri bisu) dan bujang lapuk itu (yang menurut orang-orang mungkin saja ini jodohnya), membiarkan saja hubungan mereka itu. Tapi sejauh yang mereka tahu, tak ada hal yang mencurigakan dari hubungan mereka.Orang-orang bahkan belum pernah melihat bujang lapuk itu menggenggam tangan Almah, apalagi mencium dan menghujamkan alunya di lesung Almah. Terlebih… orang-orang kampung tahu sedikit rahasianya. Ah, aku tak kuasa menceritakannya.

Tapi laki-laki tetaplah laki-laki, kan? Dia punya alu dan Almah punya lesung.

 

Nubuat Emak Yesaya

“Aku sudah bertanya pada Almah,” ucap Emak Yesaya yang tiba-tiba muncul dari dalam kamar Almah. Serentak, mata-mata yang menyesaki rumah itu berlari ke arahnya. “Dia mengatakan laki-laki yang terbang dari jendela kamar yang melakukannya. Dia bercahaya. Berpakaian putih lebar. Sepertinya itu Jibril yang diutus Tuhan. Almah melahirkan seorang nabi.” Ocehnya yang membuat orang-orang terngangah tak percaya. Apa perempuan tua itu sudah mulai gila?

Emak Yesaya tak peduli dengan tatapan mata orang-orang, dia terus mengoceh tentang cerita kenabian ini. Dan satu per satu mata-mata itu berlalu… Pulang.

****

SEPERTI itulah potongan-potongan cerita yang kudapatkan tentang Almah yang dikabarkan melahirkan seorang putra tanpa suami. Orang-orang kampung percaya, pelakunya orang terdekat, terlebih Almah semakin ketakutan kalau ditanya. Suaranya hanya terdengar ah uh. Tapi orang-orang kampung tak bisa menuding siapa pun. Tak ada bukti untuk itu. Sementara Emak Yesaya tetap percaya jika Almah melahirkan seorang nabi.

Lalu aku? Kutegaskan, aku bukan pelakunya. Aku pun tak tahu apa-apa. Makanya aku menuliskan ini. Jika aku sudah tahu pelakunya atau kebenaran Almah melahirkan nabi, untuk apa lagi aku mengisahkannya? Bukankah seperti itu? Semoga kau yang membaca yang tahu.[]

C59, 2013.

By AlamGuntur Dikirimkan di cerpen

17 comments on “Almah Melahirkan Nabi (Pikiran Rakyat, 5 Januari 2014)

  1. woaaahh jadi penasaran.. Almah yang malang…

    Ngomong2 mas AG… ini lain cerpennya ada bagian-bagian yang dicetak tebal jadi berasa baca tulisan nonfiksi.. 🙂

Tinggalkan Balasan ke hana sugiharti Batalkan balasan